‘Apa yang Bisa Ayah Bantu, Nak?’

InspiredKids : detikHealth

Anak biasanya lebih sering curhat ke ibu daripada ke ayahnya. Tak heran kadang seorang ayah bingung dengan apa yang sebenarnya sedang dialami oleh anak. Apakah ia sedang merasa sedih, malu, marah, atau takut.

Ayah memiliki kapasitas yang sama dengan ibu dalam mengenal dinamika kehidupan anak-anak, termasuk perasaan-perasaan mereka. Saat anak bersedih, atau anak merasa takut akan sesuatu, bukan hanya tugas ibu seorang untuk menolong mereka mengatasi permasalahan tersebut.

Beberapa cara di bawah ini mungkin dapat digunakan Ayah dalam rangka menolong anak mengatasi perasaan-perasaannya

Mengatasi Perasaan Bersalah Anak

Masalah 1: Rasa bersalah yang semu
Suatu ketika, anak Anda bisa saja merasa sangat bersalah kepada teman-temannya karena ia tidak berhasil membawa nama baik kelasnya dalam pertandingan cerdas cermat di sekolah. Sepanjang hari ia tampak murung, dan terlihat menyalahkan dirinya sendiri karena begitu bodoh, tidak bisa membuat kelasnya menjadi juara.

Cara membantu: Pada saat anak merasa bersalah, yang perlu Ayah lakukan sebagai orang tua adalah menolong anak untuk membedakan apakah perasaan bersalahnya itu benar, ataukah sekedar perasaan bersalah yang semu. Dalam kasus di atas, Ayah sebaiknya mendorong anak agar mau menceritakan kronologi tentang pertandingan tersebut.

Anak perlu ditolong untuk menyadari bahwa dalam setiap pertandingan pasti ada yang kalah, dan itu adalah hal yang biasa. Kalaupun teman-temannya mempersalahnnya, itu hanya karena mereka merasa kecewa. Anda harus tekankan kepada anak, bahwa kekalahan dalam suatu pertandingan adalah sebuah kesempatan baginya untuk berlatih lebih keras lagi.

Masalah 2 : Rasa bersalah yang sebenarnya
Si kecil tanpa sengaja menumpahkan segelas susu di atas sofa teman Anda ketika bertamu. Bukan hanya Anda yang malu dan merasa bersalah pada teman Anda, si kecil pun merasakan hal yang sama.

Cara membantu: Sebagai ayah yang bijaksana, Anda seharusnya tahu persis bahwa kecelakaan tersebut  merupakan siksaan bagi si kecil. Meski Anda rasanya ingin menumpahkan kemarahan pada anak, namun bertindaklah bijaksana dengan membantu mengarahkan perasaan bersalah anak ke arah yang tepat. Ajak segera si kecil untuk membersihkan tumpahan susu itu.

Setelah selesai, berbicaralah secara pribadi dengan anak. Katakan jika Anda tahu bahwa yang dilakukannya adalah sebuah kecelakaan yang tidak disengaja. Kemudian, minta anak untuk meminta maaf pada si pemilik rumah. Tentu saja bersama dengan Anda yang mendampinginya. Mengarahkan rasa bersalah bukan hanya menolong anak agar bisa membedakan antara perasaan bersalah yang benar dan yang semu, tapi juga mengasah hati nurani mereka agar mereka benar-benar merasa bersalah ketika mereka melakukan kesalahan.

Mengatasi Rasa Malu Anak
Di suatu pesta, anak Anda tiba-tiba menggandeng tangan seorang bapak yang memakai kemeja berwarna persis seperti yang dikenakan Anda. Tentu ia merasa sangat malu ketika sadar bahwa itu bukanlah ayahnya. Peristiwa ini mungkin terlihat lucu di mata Anda, tapi tidak untuk anak Anda.

Cara mengatasi: Segera dekati anak Anda, dan ucapkan dengan nada bercanda bahwa dulu Anda pun pernah mengalami hal serupa dengannya. Ajak anak bersama-sama menertawakan kekonyolan yang pernah Anda berdua lakukan. Hal ini akan membuat hatinya ringan karena ia tahu ternyata bukan hanya dirinya yang pernah mengalami hal memalukan itu.

Ya, salah satu obat manjur untuk mengatasi rasa malu adalah menertawakan diri sendiri. Anak yang terbiasa hidup dalam keluarga yang dapat diajak tertawa bersama akan tumbuh menjadi anak yang memiliki sikap positif, bahkan ketika ia tanpa sengaja melakukan kesalahan-kesalahan kecil.

Mengatasi Rasa Sedih Anak

Masalah 1 : Rasa sedih yang disebabkan oleh faktor dari dalam
Si kecil terus-menerus menangis karena ia tidak diijinkan bermain ke rumah kawannya. Padahal sudah dijelaskan bahwa larangan tersebut diberikan karena ia masih memiliki PR yang harus dikerjakan.

Cara mengatasi: Kesedihan dari dalam diri dapat diatasi dengan disiplin dan kelembutan kasih yang tegas dari Anda sebagai orang tua. Jelaskan pada anak bahwa percuma saja jika ia terus menangis, karena Anda tetap tak akan mengabulkan permintaannya. Katakan bahwa hal ini Anda lakukan karena Anda ingin ia belajar bertanggung jawab dalam menyelesaikan apa yang menjadi kewajibannya, yaitu membuat PR.

Masalah 2: Rasa sedih yang disebabkan oleh faktor dari luar
Anak Anda merasa sangat kehilangan neneknya yang baru saja meninggal. Ia mejadi lebih sering berdiam diri dan melamun.

Cara mengatasi: Menghadapi kesedihan yang disebabkan oleh hal di luar diri anak memang lebih sulit, apalagi jika anak belum sanggup memakai rasio untuk mengatasi kesedihannya. Dalam hal ini, Anda harus mendampinginya dan menerima kesedihan hatinya. Saat anak sudah tampak lebih siap, mulailah untuk membicarakan konsep kematian seperti yang terjadi pada sang nenek. Jelaskan dengan menggunakan kata-kata sederhana yang mudah dicerna oleh pikiran anak, hingga akhirnya ia dapat mengerti.

Mengatasi Rasa Takut Anak
Si kecil begitu ketakutan setelah bertemu dengan badut di sebuah taman bermain. Dia gemetar dan menangis ketika badut menghampirinya.

Cara mengatasi: Segera hampiri si kecil dan peluklah ia erta-erat. Kemudian ajak si kecil menjauh sambil menjelaskan tentang konsep badut yang sebenarnya hanyalah manusia biasa berbungkus topeng. Anda perlu menyadari bahwa seperti halnya rasa malu, rasa takut adalah perasaan negatif yang tidak mudah diusir dengan suatu perintah. Rasa takut datang begitu saja dan hanya dapat diusir jika ada rasa aman yang menggantikan posisinya.

Yang perlu Anda ingat adalah, ketika anak takut dan belum mampu menguasai rasa takutnya, ia perlu terlebih dahulu dijauhkan dari obyek yang menakutkannya. Memaksa anak untuk berani menghadapi obyek yang membuatnya takut hanya akan memperparah rasa takutnya. Jadi, ajaklah ia untuk melihat dan mengamati objek yang menakutkannya dari jauh, sambil Anda tetap menjelaskan hal-hal positif tentang objek yang ditakutinya.

(Baca artikel lainnya di http://www.inspiredkidsmagazine.com)

Mendidik Anak ala China Lebih Berhasil Ketimbang Gaya Barat?

Irna Gustia : detikHealth

detikcom – Jakarta, Orangtua keturunan China dianggap begitu superior terhadap anaknya sedangkan orangtua di negara-negara Barat lebih demokratis dan menghargai individu anak. Belakangan mulai jadi perdebatan, bahwa mencetak anak yang berhasil ternyata lebih tepat dengan gaya mendidik ala China. Benarkah demikian?

Perdebatan ini mencuat setelah muncul buku ‘Battle Hymn of the Tiger Mother’ karangan Amy Chua, seorang profesor sekolah hukum dari Yale Law School. Tulisan ini menceritakan bagaimana ibu-ibu di China atau keturunan China dengan didikan kerasnya mampu membuat anaknya berhasil. Hal yang sama seperti dialami Amy ketika kecil hingga menjadi orang sukses seperti sekarang.

Amy kini menerapkan gaya didik orangtuanya kepada dua anaknya Sophia dan Louisa yang sudah beranjak remaja. Anak-anaknya dilarang main game dan nonton TV, menginap di rumah teman, harus mendapat nilai A, harus les biola atau piano.

Di negara AS misalnya, anak-anak yang didik orangtua keturunan China jago matematika, pintar main piano dan sering jadi juara di kelasnya. Mendidik dengan disiplin dan kontrol orangtua yang besar menurut Amy juga dilakukan orangtua keturunan Korea, India, Jamaika, Irlandia dan Ghana.

Dalam salah satu penelitian terhadap 50 ibu di Amerika dan 48 ibu-ibu imigran China, hampir 70 persen ibu-ibu barat mengatakan bahwa ‘menekankan keberhasilan akademis tidak baik untuk anak-anak’ karena yang terpenting ‘orang tua perlu mendorong ide bahwa belajar adalah hal yang menyenangkan’.

Sebaliknya, sebagian besar ibu keturunan China mengatakan bahwa mereka percaya anak-anaknya dapat menjadi siswa ‘yang terbaik’ karena ‘prestasi akademik mencerminkan orangtua yang sukses mendidik’ dan ‘jika anak-anak tidak unggul di sekolah itu artinya ada masalah pada orangtua kenapa anak tidak mengerjakan tugasnya’.

Studi lain menunjukkan bahwa dibandingkan dengan orangtua Barat, orangtua China menghabiskan 10 kali lebih lama waktunya untuk terlibat dan memantau aktivitas akademik anak-anaknya. Sebaliknya, anak-anak Barat lebih banyak berpartisipasi dalam kegiatan dan tim olahraga ketimbang prestasi akademik.

Amy juga mengatakan ketika orangtua China menerapkan disiplin dan pola didik yang terkontrol, anak-anak China juga akan menolak. Namun kuncinya, kesabaran orangtua untuk mendampingi anak karena memang akan sulit dijalani di masa-masa awal. Hal yang berbeda dengan tipikal orangtua barat yang cenderung menyerah pada kemauan anak ketika anak menolak.

Amy juga menceritakan bagaimana ayahnya pernah memanggilnya dengan sebutan ‘sampah’ yang membuat dirinya marah dan sangat tidak enak. “Tapi itu tidak merusak harga diri saya, justru memotivasi saya agar tidak menjadi sampah tapi jadi orang yang berharga,” kata Amy seperti dilansir dari Time dan WSJ, Minggu (20/2/2011).

Orangtua China bisa berkata ‘Hei gendut, turunkan berat badanmu’. Sebaliknya orangtua Barat akan menjelaskan ke anak dari sisi kesehatan tidak pernah mengejek anaknya gendut tapi lebih memilih memberikan anak terapi makan yang benar.

Contoh lain, orangtua China bisa minta anaknya dapat nilai A dan akan bilang, ‘Kamu malas, semua temanmu dapat yang terbaik’. Orangtua China merasa anaknya cukup kuat menghadapi tekanan dan mereka akan berhasil kalau bisa bekerja lebih keras lagi.

Sebaiknya orangtua Barat hanya meminta anaknya mencoba melakukan yang terbaik. Mereka akan berhati-hati untuk tidak membuat anak mereka merasa tidak mampu dan tidak akan pernah memanggil anaknya dengan sebutan ‘bodoh’, ‘tidak berguna’ atau ‘memalukan’.

Orangtua China bisa melakukan seperti itu karena tradisi China men-stigma anak-anak berutang ke orangtuanya yang telah berkorban banyak sehingga mereka harus membayarnya dengan prestasi dan kebanggaan serta rasa hormat kepada orangtua.

Sebaliknya, orangtua di Barat tidak berpikir demikian. Anak-anak tidak memilih orangtuanya dan bahkan mereka tidak memilih untuk dilahirkan sehingga anak-anak tidak berutang apa-apa. Tugas mereka adalah membuat anak-anak menjadi diri mereka sendiri.

Orangtua Barat mencoba untuk menghormati individua anak-anaknya, mendorong mereka untuk mengejar keinginan mereka, mendukung pilihan mereka, dan memberikan dukungan dan lingkungan yang positif.

Sebaliknya, orangtua China percaya bahwa cara terbaik untuk melindungi anak-anak mereka adalah dengan mempersiapkan masa depan mereka, membekali anak dengan keterampilan, kebiasaan kerja yang tekun dan disiplin, dan keyakinan batin yang tinggi sehingga tidak ada seorang pun yang bisa mengambilnya.

Buku Amy ini hingga kini terus menjadi kontroversi, beberapa orangtua di barat mulai beranggapan didikan ala orantua China bisa jadi lebih baik untuk masa depan anak. Tapi lebih banyak lagi yang menilai gaya didik seperti itu bagaikan robot yang tidak menghargai individu anak

Surat Keterangan Lahir

My Name INO

Hasil USG Umur Janin 38 Minggu

Hasil USG Umur Janin 38 Minggu

Plasenta luka/bocor